kumpulan cerita dewasa

kumpulan cerita dewasa , adult video, dari berbagai sumber

CERITA DEWASA - CHILLA OH CHILLA

Cerita Sex Dewasa Daun Muda

CERITA DEWASA - CHILLA OH CHILLA

Mulanya aku jumpa tidak sengaja dengan teman yang sudah lama tidak bertemu. Aku mengenali temanku yang dulu kawan sepermainan di kampung. Dia tidak mengenaliku, tetapi aku masih
ingat ciri-cirinya. Dia waktu itu sedang berdiri di pinggir jalan menunggu bus, sementara aku sedang jalan di kaki lima.
Aku tegur dia “Hardi ya.”. Dia terkejut sambil mengernyit menatapku. “Iya, siapa ya,” tanyanya. Aku tidak menyebut namaku, tapi menyebut sepatah kata, “gua lempung”. “Hah kamu Ardian ya,” katanya sambil menjabat tanganku erat sekali.
Sahabatku terlihat miskin. Bajunya lusuh dan bau keringatnya agak menyengat. “Mau kemana” tanyaku. “Pulang,” jawabnya singkat. Kami lalu ngobrol sebentar dan akhirnya aku memutuskan ikut ke rumahnya. Awalnya dia keberatan, karena malu rumahnya di dalam gang, kumuh. Namun aku memaksanya, sehingga dia tidak kuasa menolak.

Sebenarnya aku bisa mencegat taxi agar lebih cepat ke tujuan, tetapi aku berusaha menyembunyikan keberadaanku, apalagi aku mengaku sedang mencari kerja. Ini setidaknya menjaga agar Hardi tidak minder terhadapku. Kami naik bus yang penuh sesak, sekitar setengah jam Hardi mengajakku turun dan berjalan masuk ke gang, berliku-liku sampai gangnya kecil sekali sehingga untuk berpapasan saja harus saling memiringkan badan.

Sebuah rumah, yang setengah berupa berupa bangunan tembok bata tidak berplester dan setengah atasnya anyaman bambu (tepas) yang sudah dilapisi kertas semen dan dicat. Lantainya semen biasa. Ada ruang tamu mungkin ukurannya sekitar 2 x 3 m lalu ada ruang di belakangnya yang mungkin itu kamar tidur. Aku trenyuh melihat keadaannya, terlihat sangat miskin. Kami duduk di tikar. Hardi mengenalkan istrinya yang berpenampilan sederhana dan kelihatannya umurnya beda agak jauh dari Hardi. Jika Hardi sebaya aku sekitar 35 tahun, istrinya kelihatannya masih berusia di bawah 25 tahun.

Istrinya biasa saja, tidak cantik, kulitnya sawo matang. Dia menyalamiku dan menyebut namanya Dina. Dari obrolan kami di ruang tamu yang bergaya lesehan, istrinya dikenalnya di wilayah tempat tinggalnya sekarang. Jadi Dina asli kelahiran kampung kumuh ini.

Mereka sudah 3 tahun berumah tangga, tetapi belum mendapat anak. Kami bertiga ngobrol ngalor – ngidul dan aku tetap berusaha menyembunyikan keadaan diriku. Aku berusaha mensejajarkan taraf hidupku dengan dia. Oleh karena itu, HP canggihku, aku sudah stel silent dan kusimpan di dalam tas. Itu semua aku kerjakan ketika mereka sedang sibuk di dalam rumah, mungkin mempersiapkan minuman kopiku.

Aku sudah lama memiliki impian ingin merasakan hidup di tengah-tengah lingkungan kumuh rakyat jelata. Hardi yang secara kebetulan bertemu aku, memberi jalan masuk aku untuk mewujudkan keinginanku.
Tanpa merasa canggung aku mengutarakan keinginanku mencari kamar kontrakan di daerah ini yang paling murah. Istri Hardi menyambut dengan mengatakan, cukup banyak, tinggal pilih saja. Pada saat itu juga aku minta diantar ketempat dimana-mana saja yang tersedia kontrakan itu.

Setelah 4 – 5 tempat kami kunjungi sambil menelusuri gang-gang sempit, aku menemukan satu kamar yang letaknya diatas. Kamarnya hanya berukuran 2,5 x 2,5 m, yang merupakan rumah papan. Kamarnya kosong, tidak ada perabotan apa pun. Kamar mandi ada di bawah, yang merupakan fasilitas bersama untuk orang seisi rumah. Memang ada 2 kamar mandi untuk rumah ini yang mungkin dihuni oleh sekitar 10 orang.
Biaya kontrakannya memang paling murah diantara semua yang diunjukin tadi. Aku tidak membayar langsung, tetapi memberi uang muka saja. Padahal di dompetku ada uang yang cukup untuk membayar lunas sekaligus setahun. Tapi ini aku tahan, agar tetap terlihat miskin.

Sekitar 2 jam aku beranjang sana ke kediaman Hardi, aku lalu pamit. Aku mengatakan kepadanya bahwa aku tinggal di rumah saudara jauh. Di Jakarta ini aku sedang mencari kerja setelah tempat ku kerja di Jawa Tengah bangkrut. Padahal aku ke Jakarta untuk memeriksa operasional kantor cabangku yang ada 3 di kota ini. Aku membuka usaha di salah satu kota di Jawa Tengah dan di kota itulah aku tinggal bersama istri dan seorang anak.

Dengan aset yang begitu besar seharusnya pakaianku perlente dan pastinya naik-turun mobil pribadi dari produk tahun mutakhir. Namun ketika aku bertemu dengan Hardi, aku sedang nyantai dengan blue jean buluk, kaos oblong hitam dan sendal jepit. Aku menyandang tas yang terbuat dari kain blacu dengan tulisan promosi dari produk tertentu. Aku memang sengaja tampil rada gembel, karena aku memang senang begitu.
Di Jakarta aku tinggal di apartemen sendirian. Kali ini aku akan tinggal di pemukiman kumuh dekat dengan rumah Hardi. Sebetulnya aku tidak punya pakaian yang bisa mendukung tampilan tinggal di daerah kumuh. Untuk menyempurnakan tampilanku, aku berburu pakaian bekas di pasar Senen.

Beberapa hari kemudian saat agak sore, karena seharian aku pontang-panting dengan beban kerjaku. Sekitar jam 5 sore aku sudah sampai di daerah kumuh dan langsung menuju kamar kontrakanku. Aku temui pemilik kontrakan dan kubayar biaya sewa sebulan.
Aku masuk ke kamarku dan mengeluarkan handuk dan peralatan mandi. Untuk tidur aku menggelar matras gulungan yang biasa digunakan untuk anak-anak pecinta alam. Aku mencoba berbaring. Kamarku terasa gerah, karena tidak ada ventilasi. Sambil berbaring aku berpikir, berapa lama aku bisa tinggal dengan cara seperti ini.

Aku mengenakan celana pendek, menyarungkan handuk, pakai kaos oblong yang kedodoran, memasukkan sabun dan sikat gigi serta pasta giginya di gayung. Aku turun untuk kekamar mandi. Ternyata kamar mandi sedang terpakai semua. Si pemilik rumah memberi tahuku, kalau lagi penuh biasa antri. Dia menunjukkan bangku panjang di sisi rumah . Di situ sudah ada 2 orang yang sudah punya persiapan mandi.
Sambil ngantri ke kamar mandi, akhirnya aku berkenalan dan kami ngobrol yang gak keruan juntrungnya. Sambil ngobrol aku menikmati pemandangan di dalam gang sempit, dimana anak-anak berlarian bermain, orang lalu lalang.

Setengah jam kemudian giliranku tiba untuk masuk kamar mandi. Malam pertama aku tinggal di istana kumuh aku coba nikmati semaksimal mungkin. Meski suasananya gerah, aroma yang kurang enak serta berisik, dengan suara TV, motor, orang berbicara, anak-anak bermain, tetapi karena aku nikmati, rasanya ya nikmat-nikmat saja.

Begitulan 3 hari aku berhasil menyesuaikan dengan kehidupan kaum jelata di daerah kumuh dan tidak ada seorangpun yang mencurigaiku, bahwa aku sebenarnya sedang menyamar
Suatu sore aku duduk-duduk di depan rumah Hardi sambil merokok dan ngobrol. Terlihat oleh mataku seorang anak perempuan. Wajahnya lumayan cantik, kulitnya juga putih. Jika dilihat dari tingginya anak ini masih tergolong kanak-kanak dipantaran usia 7 – 8 tahun. Ia menarik perhatianku karena anak sekecil itu dadanya sudah nyembul.

Sambil menyembunyikan rasa antusiasku aku bertanya mengenai anak itu. Hardi tanpa mencurigaiku malah bercerita mengenai keluarga anak itu. Anak itu bernama Chilla, anak tunggal dari single parent, ibunya keturunan China bekerja menerima cucian.
Langsung muncul gagasan di kepalaku dan mengatakan ke Hardi, aku membutuhkan tukang cuci. Dia lalu berdiri mengajakku berjalan ke kontrakan ibu dari anak itu. Rupanya ibunya mendiami kamar kontrakan yang lebih parah keadaannya dari kamarku dan tidak jauh dari tempat tinggalku.
Dia memperkenalkan diri Rini. Kelihatannya masih di tataran usia remaja, karena wajahnya belum terlihat terlalu emak-emak. Badannya pun belum melar. Wajahnya lumayan jugalah, tapi terlihat kurang terawat. Aku deal memakai jasa cuci dari si Rini.

Aku minta dia mengambil cucian 2 kali seminggu, hari Selasa dan Jumat sore. Jika aku tidak ada dirumah pakaian kotorku kubungkus plastik dan diletakkan di depan pintu kamar. Pakaian yang sudah selesai akan aku ambil sendiri.
Hardi bercerita bahwa suami si Rini sudah tewas di dor Polisi karena terlibat perdagangan narkoba. Rini anak yatim piatu, setelah dia kawin, kedua orang tuanya meninggal dan dia tidak memiliki saudara kandung, karena anak tunggal.

Kasihan sebetulnya kalau melihat kehidupannya. Hardi bercerita bahwa istrinya sering memberi nasi bungkus, atau kue-kue, kalau kebetulan pulang pengajian ada bawa berkat. Tidak perlu lama, Dua kali dia mengambil cucian aku sudah akrab dengan Rini. Dia mau saja aku ajak ngobrol di kamar kontrakanku.
Aku tertarik pada Rini karena dia punya bahan dasar yang cukup bagus. Artinya kalau dirawat dan dipoles akan terlihat cantik. Yang lebih menarik bagi ku adalah anak perempuan satu-satunya. Aku menggemari anak-anak yang menjelang remaja. Tujuanku tinggal di daerah kumuh ini sesungguhnya ya berburu lolita.

Rini kutawari kerja sebagai pembantu. Aku mengaku ada temanku mencari pembantu. Dia langsung tanya gajinya berapa. Aku sebutkan suatu angka yang kutahu jumlah itu pasti sangat mencukupi bagi biaya hidup dia dan anaknya, bahkan mungkin berlebih. “Mau dong,” kapan bisa kerja, dari pada kerja ginian, duitnya gak seberapa,” katanya.

Syaratnya dia harus tinggal di dalam, masalah anak, tidak menjadi hambatan, bahkan anaknya akan dibiayai sekolah, jika si tuan rumah merasa cocok mempekerjakan Rini. “Aduh mau dong, ayo dong buruan,” katanya sambil menggamit lenganku dan menggoyang-goyangkan.
Aku mengemukakan syarat, agar merahasiakan dia akan bekerja apa dan dimana. “ Kenapa emangnya,” tanya dia mengernyit.
“Ya gak tahulah, kalau bisa terima syarat itu, besok akan saya antar dan langsung cabut dari rumah.,” kataku.

Memikirkan iming-iming gaji yang lumayan dan kerjanya tidak berat, serta anaknya sekolah dibiayai, maka segala syarat yang aku ajukan itu bisa dia terima.
Keesokan pagi-pagi sekali sekitar jam 6 aku sudah menunggu di tempat yang dijanjikan. Setengah jam kemudian dia muncul dengan menggendong tas yang tidak terlalu besar dan anaknya menggendong ransel tas sekolah.

Aku mencegat taksi lalu menyebutkan alamat ke supir taxi. Sekitar setengah jam kemudian taxi berhenti di lobby apartemen tempatku tinggal. Aku mengajak Rini dan anaknya turun. Mereka berdua celingukan melihat sekeliling. Mereka tambah heran melihat penghormatan satpam dan dan petugas di lobby menyambutku.

Kami masuk lift dan melaju keatas lantai 53. Sebuah apartemen milikku berukuran 125 m2 dengan 3 kamar dan lengkap full furnish. Aku tunjukkan kamar yang akan ditempati Rini dan anaknya. Jika Chilla ngin kamar sendiri ada juga kamar yang sudah aku siapkan, lengkap dengan meja belajar.

“Lho, oom yang punya mana, kok si oom yang ngatur-ngatur.” tanya Rini terheran-heran. Nanti dia datang tadi sudah saya telepon. “ Aku menunjukkan fasilitas yang ada di rumah ini, seperti menggunakan kran air panas, menggunakan kompor, menggunakan microwave dan berbagai perlengkapan rumah yang modern.
Di setiap kamar ada televisi dan berpendingin AC. Yah pokoknya apartemen mewahlah. Chilla asih agak canggung celingukan melihat-lihat sekeliling rumah. Emaknya juga begitu. “Oom orangnya kaya banget ya, rumahnya aja bagus banget gini.” kata Rini sambil melihat-lihat pemandangan dari jendela di ruang tamu.

Aku memberinya acces card yang digunakan untuk membuka pintu masuk ke unit apartemen dan menggunakan lift sampai ke lantai 53. Berseberangan dengan bangunan apartemen terdapat pusat perbelanjaan yang sangat besar dan lengkap. Ada jembatan yang menghubungkan apartemen dengan pusat perbelanjaan itu.

Rini aku beri 500 ribu dan Chilla 00 ribu untuk jajan dan makan di mall. Aku tidak bisa menemani karena masih ada urusan. Aku mewanti-wanti agar dia tidak lupa dengan akses card itu jika keluar apartemen.
Apartemenku sudah ku lengkapi spy camera yang tersembunyi, sehingga dari mana pun aku bisa mengawasi apartemenku.

Sampai siang kuamati mereka berdua tetap berada di apartemen. Kelihatannya mereka memasak mie instan yang memang tersedia di dalam lemari dapur. Jam 5 sore aku balik ke apartemen. Mereka kelihatan segar, mungkin karena habis mandi dan ruangan sangat sejuk. Mereka rupanya tidak berani meninggalkan apartemen, karena kuatir, jika mereka pergi pemilik apartemen itu datang. Selain itu mereka merasa cukup kenyang makan mi instan. “ Kata mama, sayang-sayang uangnya buat makan di mall yang pastinya mahal, jadi makan mi aja yang gratis, “ kata Chilla.

Aku tidak bisa terlalu lama lagi bermain dan menyimpan rahasia. Kubuka bahwa akulah bos di apartemen ini, dan memang aku yang mempekerjakan Rini. “Gua dah curiga, sejak masuk ke apartemen si oom kayak orang penting banget, satpam pada hormat segala. Gua heran gak abis-abis, orang kaya begini kok malah kontrak kamar di tempat yang jorok, apa sih enaknya, “ kata si Rini.

Aku diam saja, karena rasanya pertanyaan itu tidak perlu dijawab. Susah hendak diterangkan, karena kalau saya katakan itu adalah rekreasi, maka mereka akan makin bingung. Mereka kuminta bersiap untuk kuajak ke mall. Makan malam di sana.
Rini dan Chilla idak punya pakaian yang kelihatan bagus. Pakaian yang mereka anggap paling bagus, kelihatannya sudah agak lusuh dan modelnya sudah gak zaman. Kasihan juga sih. Aku terpaksa menyesuaikan dengan tampilan mereka agar tidak terlihat seperti majikan gandeng bedinde dan anaknya jalan ke mall. Jadi aku memilih costum yang lusuh dan memberi bukan orang berduit.

Sungguh mati sebetulnya aku rikuh dan malu sekali dengan costum yang kupakai. Sangking kelihatan ndesonya, sampai satpam yang menjaga pintu masuk mall dengan gerbang metal detector menanyaiku. “eh mas, mau kemana,” kata satpam itu yang kayak mencegah aku masuk ke mall. “mau makan di ...(kusebut nama restoran mahal yang ada di dalam mall itu)”
Aneh ya kejadian seperti itu sangat aku nikmati, apalagi melihat wajah heran si satpam yang bingung dengan jawabanku yang fasih menyebut nama restoran itu. Mungkin dia bingung karena melihat tampilanku yang kampungan, tapi kok lancar melafalkan nama restoran dan berbicara penuh dengan percaya diri. Yang membuat dia tambah takjub tujuan restoranku itu, bukan sembarangan karena mewah .

Satpam tak kuasa membendung ku dan rombonganku masuk mall. Mereka hanya memandangi heran. Ketika aku lihat balik, kupanggil salah seorang satpam yang masih bengong. Dia datang dengan wajah tanda tanya. Aku langsung sergah dia dengan pertanyaan, “Toko Mark & Spencer di mana,”.
Dia jelaskan lantai dan arah tokonya sambil wajahnya tetap bingung.

Aku memang serius mau ke toko itu, mau ganti costum rombongan. Menjelang masuk toko, aku dihadang oleh SPG, “mau kemana mas,” tanyanya serius. Mungkin dikira aku nyasar masuk ke toko busana berkelas itu. “Mau beli bajulah, dimana bagian baju perempuan,” sambil tajam menatap matanya.
Mungkin dia tidak menyangka mendapat jawaban seperti itu, maka dia langsung minta aku dan rombongan menuju bagian busana wanita. Aku berbisik ke Rini. “Pilih yang kalian suka, tapi jangan sekali-kali lihat harganya, kataku.

“Lho emang kenapa,” tanya Rini dengan tampang bodohnya.
“Haram,” kataku singkat.
Aku lepas mereka mencari pilihan mereka sendiri. Setengah jam lebih aku berdiri memperhatikan mereka, tampaknya tidak bisa memilih satu baju pun. “Ah ini sih gila oom, harganya gak masuk akal banget,” kata Rini yang didukung anaknya.

“Kan aku bilang jangan liat harganya, kalian sudah melanggar yang haram,” kataku.
Berhubung mereka sedang terguncang imannya, maka aku terpaksa turun tangan. Kupilih 3 pasang untuk Rini dan 3 pasang untuk Chilla  Mereka aku suruh mencoba ukurannya. Seorang pramuniaga, laki mencegah Rini dan Chilla untuk mencoba di kamar pas. Kata si pramuniaga harus dibayar dulu baru boleh di coba.
Rini dan Chilla elapor ke aku. Kaget juga aku ada aturan baru seperti itu, yang belum pernah aku alami dimana pun di pelosok dunia ini. Hal seperti ini yang aku nikmati. “Ok “ kataku lalu menuju ke kasir.

Sepotong kartu kredit platinum aku serahkan ke kasir. Si kasir yang cewek kayaknya ragu melihat kartu kredit platinum yang aku serahkan. Harusnya kan dia gesek ke alat, eh malah diserahkan ke manager store. Sang manager masuk ke ruangan. Lalu tidak lama kemudian aku dipanggil masuk. Rupanya ruangan itu adalah kantor kecil. Dia menyerahkan telepon. Aku dengar, ternyata orotisasi dari pihak penerbit kartu kredit. Tentunya semua pertanyaan aku jawab dengan lancarlah, orang itu kartu kreditku sendiri. Setelah aku serahkan kembali gagang telepon itu dan dia berbicara sebentar dengan pihak penerbit. Tampak malah dia manggut-manggut sendiri. “Gila kali ya bicara di telpon, kok manggut-manggut” batinku.

Setelah gagang telepon diletakkan, sikap sang manager itu berbalik 180 derajat. Dia membungkuk-bungkuk minta maaf berkali-kali. Aku dipersilakan duduk sambil dia menyodorkan sebotol tea yang dingin, aku diberi tempat duduk untuk istirahat menikmati tea dalam botol yang memang menyegarkan. Aku sedot aja, karena memang haus juga sih. Si manager berjalan buru-buru lalu berjalan sambil menghampiri para spg lalu berbisik-bisik.

Setelah ludes air di botol aku sedot, aku santai aja jalan. Para pramuniaga membungkuk-bungkuk menghormatiku. Mereka tidak lagi mempersoalkan aku harus bayar, malah aku diunjuki model mutakhir yang baru datang. Rini dan Chilla ang tadi khawatir melihat aku disuruh masuk ke ruangan, kini tampangnya jadi berubah tambah bingung melihat perubahan sikap para penjaga toko terhadapku.
“Ada apa sih oom, kok mereka jadi takut begitu ama oom” tanya Rini.

“Habis aku marahin, masak belum tentu beli sudah suruh bayar,” kataku berbohong dan rupanya itu dipercaya.
Aku kemudian bisa santai, karena Rini dan Chilla epertinya didampingi semacam konsultan mode yang membantu mereka memilih model yang cocok. Pilihan ku tadi jadi tidak terpilih. Aku santai duduk saja. Rini dan Chilla mondar mandir dari kamar ganti ke tempatku, menunjukkan apakah cocok pakaian yang mereka coba itu. Sang manager store menghampiriku, “ ah bapak isengnya kelewatan, seumur-umur saya belum pernah dapat costumer seperti Bapak, tapi terima kasih pak ini pelajaran buat kami seluruh karyawan toko,” kata sang Manager sambil berdiri dengan sikap penuh hormat.
Costumer lain yang sedang berada di toko itu melirik adegan sang manager menunduk-nunduk penuh hormat kepada orang kampung.

Akhirnya bukan 3 pasang, malah jadi 5 stel. Bukan hanya baju tetapi juga sepatu dan sandal bahkan pakaian dalam pun mereka borong beberapa potong. Rini dan Chilla ang berpenampilan kampungan di kedua tangannya menjinjing bag dengan merk busana terkenal di dunia. Banyak orang melirik dengan tatapan menyelidik.

Aku memilih restoran besar yang ada di dalam mall itu. Dipintu masuk aku kembali dicegat oleh waiternya. “Mas mau cari sapa,” tanyanya. “Gak cari sapa-sapa, mau makan, carikan meja dengan 4 seat,” kataku.
Waiter itu tidak punya alasan menolak aku dan rombongan. Meski air mukanya kelihatan melecehkan dan tidak yakin, tapi dia tetap menunjukkan meja dengan 4 kursi. Aku yang menentukan pilihan, karena aku yakin 100 persen tidak bisa kuserahkan pilihan kepada Rini dan Chilla  Menunya yang aku pesan ya yang kira-kira mereka doyan. Karena pilihanku adalah restoran masakan Thai, jadi ya aku carikan yang cita rasanya seperti masakan Indonesia.

Setelah kenyang dan lelah, kami kembali ke apartemen. Berdua mereka sibuk menjajal apa yang mereka beli tadi. “Gila oom, belanja kita tadi kalau dibelikan Yamaha Mio yang baru bisa nih” kata Rini sambil geleng-geleng.
“Sudah dibilang haram ngeliat harganya, masih juga dilanggar,” kataku tenang.
“Aku jadi rasanya gak enak oom, masak saya dan Chilla dibelanjain sampai segitu mahalnya, aduh gimana ya oom mbalesnya,” kata Rini yang duduk bersimpuh di depanku.
“Emang mau mbales apa,” tanyaku.
“Gak tau oom, itu yang saya bingung,” katanya.
“Ah gampang aja, mbalesnya,” kataku yang sudah mulai bertanduk kepalanya.
“Kamu bisa mijet enggak, kalau bisa ya saya minta dipijet aja lah,” kataku santai.
“Udah sana mandi lagi biar seger, saya juga mau mandi lagi, rasanya badan berkeringat agak lengket.” aku bangkit, langsung masuk kamar dan membuka baju masuk kamar mandi di dalam kamarku.
Segar nian air hangat mengguyur tubuhku. Setelah selesai aku mengenakan sarung tanpa celana dalam dan kaus kaus oblong. Itu memang pakaian kebesaranku kalau masuk peraduan. Tidak lama kemudian pintu kamarku diketok, Wajah Rini muncul, lalu kusuruh masuk. Pintunya dia tutup dan katanya dia siap memijatku sampai aku tidur.

Aku tidur telungkup. Rini mulai beroperasi dengan memijat pundakku badan bagian belakang, kaki. Aku minta dia mengurut dengan menggunakan cream body lotion. Sebab itu aku buka kaus oblong, tetapi sarung tetap melilit. Awalnya pijatan di sekitar badan. Ketika bagian kaki dipijat dan terus mengurut sampai ke paha, Rini terkejut menyenggol buah zakarku. “Eh oom gak pakai celana dalam ya, maaf ya oom tadi kesenggol,” kata Rini berbisik di telingaku.

“Ah disenggol lagi juga gak apa-apa kok, malah enak” kataku.
“Oh ya udah, kirain oom marah,” katanya agak lega.
Rini mulai cari perkara. Dia tidak lagi memijat kaki dan pahaku, malah kantong zakarku diraba-raba. Berhubung batang kemaluanku mengeras dan posisinya menyakitkan, maka aku berbalik jadi telentang. Sarungku jadi terdongkrak oleh penisku yang berdiri. Rini senyum-senyum, dan tanpa sungkan diraihnya batangku dibalik sarung lalu diremas-remasnya.

Aku tanya apa si Chilla udah tidur. Dia lalu keluar kamar sebentar melongok ke kamar dimana Chilla idur. Tidak lama kemudian dia balik ke kamarku lalu sekalian mengunci pintu kamarku. Tanpa minta izin dari ku dia melepas semua pakaiannya sampai telanjang bulat. Lampu kamarku masih terang benderang sehingga aku leluasa melihat tubuhnya.
Tubuh Rini masih singset. Payudaranya tidak besar, sehingga posisinya masih kokoh. Pinggangnya ramping dan bulu jembutnya lumayan juga, meski tidak terlalu lebat. Dari kejauhan terlihat nonoknya agak menggembung. Dia langsung tengkurap diantara kedua pahaku dan membuka sarungku. Awalnya dia mempermainkan penisku dengan mengocoknya, lalu diciuminya dan dijilati kepalanya. Setelah itu, kantong zakarku yang dia jilati dan dikulum-kulumnya. Aku merasakan nikmat luar biasa sehingga aku tidak sadar mengerang nikmat.

Kalau dioral terus bisa-bisa pertahananku jebol. Aku menarik tubuhnya dan menelentangkannya. Aku tindih tubuhnya dan mulai kuciumi wajahnya, keningnya, telinganya aku jilati lalu turun ke leher yang aku jilat. Terus turun lidahku menjelajah kedua payudaranya bergantian kiri dan kanan dan akhirnya mengemut pentilnya, yang warnanya coklat tua.
Tanganku bermain di celah memeknya menggesel-gesel itilnya yang terasa sudah mengeras. Ciumanku bergerak makin ke bawah sampai di pusar, dia mengeluh geli. Aku langsung melahap memeknya dengan jilatan yang menjurus ke itilnya. Dia terkejut dan berusaha menarik kepalaku menjauhi memeknya. “Jangan oom, jijik,” katanya.

Aku abaikan dan terus menyerang itilnya yang makin menonjol dan keras. Rini ternyata adalah tipe cewek yang berisik. Suara erangannya cukup keras. Aku bangkit dan menutup wajahnya dengan bantal agar suaranya diserap bantal.
Walaupun tertutup bantal, tetapi jeritannya masih keras juga ketika dia mencapai puncak kepuasan. Memeknya lalu ku colok dengan dua jari yang agak susah juga masuknya. Pelan-pelan aku kocok lubang vaginanya yang sudah licin dan banjir. Mulanya dia diam saja, tetapi gak lama kemudian dia merintih seperti orang menangis dan hanya beberapa menit dia berteriak keras di balik bantal, karena kembali mencapai puncak kenikmatan sampai ada yang muncrat dari belahan memeknya.

Tanpa menunggu lama aku langsung genjot dengan memasukkan batang penisku yang sudah sangat keras. “ Aduh oom barangnya keras banget, sampai rasanya memekku penuh banget,” katanya.
Aku tidak peduli dan terus menggenjotnya dengan irama yang tidak terlalu cepat. Aku tidak mampu bertahan lama, karena jepitan memeknya legit banget. Menjelang aku mencapai kepuasan aku menggenjot agak cepat dan di respon oleh Rini dengan erangan pula. Aku tidak mampu lagi berpikir waras maka kulepaskan semburan maniku di dalam memeknya dan aku merasa memeknya juga memijat-mijat. Mungkin kami mencapai orgasme bersamaan.

Setelah penisku lepas dengan sendirinya karena mengecil aku berbaring di sampingnya. “Oom mainnya enak banget, sumpah sampai aku lemes,” katanya.
Setelah istirahat beberapa menit kami masuk ke kamar mandi membersihkan diri. Rini kusuruh balik ke kamar tidur bersama anaknya. Meskipun dia mengatakan ingin tidur bersamaku, dan aku pun sejujurnya juga begitu. Tapi anaknya di sebelah kasihan tidur sendirian. Rini akhirnya mengalah dia keluar dari kamarku dan aku tidur tanpa pakai apa-apa masuk ke dalam selimut. Ngantuk sekali rasanya setelah orgasme di memek yang rasanya legit sekali. Baru sekali ini aku menemui cewek yang memeknya luar biasa legit dan mencekat.
Keesokannya adalah hari minggu, aku sudah bangun dan keluar melihat apakah mereka juga sudah bangun. Rupanya Rini sudah bangun dan sedang memasak air panas untuk minum pagi. Aku minta diseduhkan kopi hitam.

Chilla ingin menyiapkan sarapan pagi, tapi tidak ada bahan makanan yang bisa dimasak, sehingga dia bingung dan bertanya bagaimana membuat sarapannya. Aku malah balik bertanya, “emang kalian pengin sarapan apa”.
Si Chilla enyebut nasi goreng. Aku mengangkat telepon dan minta delivery 3 porsi nasi goreng. Tidak lama setelah kopi ku habis diseruput, bel rumah berbunyi. Hantaran nasi goreng dari restoran di lantai bawah sudah datang. Aku bayar sekalian tipsnya.
“Idih enak banget yak,” kata Chilla  “tinggal telepon makanan langsung datang, mana rasanya enak, dagingnya banyak lagi,” katanya.

Rini duduk disampingku setelah usai sarapan. Kesempatan aku bertanya mengenai anaknya. Aku merasa aneh, Chillayang masih kanak-kanak tetapi dadanya sudah menggembung.
“Saya juga heran, oom kenapa Chillabisa begitu, “ kata Rini.
Rini lalu memanggil Chilla  Anaknya mendekat. Chilla anya mengenakan kaus oblong dan bercelana pendek. Rini membuka kaus anaknya. Di balik kaus itu tidak ada apa-apa lagi sehingga langsung terlihat tetek yang baru numbuh. Namun pertumbuhan tetek Chilla enurutku masih terlalu dini, karena dia belum genap 8 tahun dan masih kelas 2 SD. Aku mendekat dan memperhatikan teteknya lancip dengan pentil kecil diujungnya. Payudara Chillaseperti payudara anak umur 11 – 12 tahun.

Mungkin karena Chilla asih kanak-kanak, sehingga dia tidak merasa jengah dan malu teteknya diperlihatkan kepadaku. Rini kemudian tidak aku sangka-sangka menurunkan celana Chilla ekaligus celana dalamnya. Dia ingin memperlihatkan memek Chilla yang mulai ditumbuhi bulu-bulu halus. Rini bertanya kepada ku kenapa anaknya yang masih kanak-kanak sudah punya tetek dan jembutnya mulai tumbuh.
Aku meraba jembut halus di memeknya yang kelihatan menggembung. Kedua teteknya juga aku raba seolah-olah memeriksa sesuatu. Padahal aku hanya ingin meraba saja. Aku berpikir sejenak lalu menjelaskan ke Rini bahwa Chillamengalami pubertas dini.

Mengenai apa sebabnya bisa begitu, aku tidak bisa menjelaskan langsung, karena aku bukan dokter. Aku tanyakan ke Rini apakah Chilla sudah mengalami mensturasi. Ternyata belum.
Sambil berbisik ke Rini aku tanya iseng saja, “ apa Chilla sudah punya nafsu sex,”
“wah gak tahu ya, saya kurang perhati in yang itunya, coba deh dicoba, apa dia sudah punya nafsu, “ kata Rini.

Chillayang dalam keadaan bugil disuruh duduk di sofa antara aku dan Rini. Chilla ungkin karena jiwanya masih anak-anak dia sama sekali tidak merasa malu.
“Chil, kamu sudah pernah punya pacar apa belum,” tanyaku.
“Belum lah oom,” katanya polos.

“Apa gak kepengen punya cowok,” kutanya lagi.
“ Ah enggak ah, malu dong oom masih kecil kok punya cowok,” katanya.
Aku lalu meremas perlahan-lahan buah dadanya sambil bertanya, apa yang dirasakan.
“geli aja rasanya, kalau ngremesnya kuat-kuat rasanya sakit.” kata dia.
Tanganku berpindah menjamah belahan memeknya. Belahan itu aku gosok-gosok perlahan lahan, lama-lama agak menguak sehingga agak masuk kedalam. Aku berusaha mencari clitorisnya. Jariku belum merasa dan menemukan itilnya. Aku mengira-ngira letak itilnya lalu perlahan-lahan aku tekan dengan gerakan memutar namun tekanannya pelan sekali.
“Gimana rasanya,” tanyaku.

“Geli sih oom, “ jawabnya polos.
Aku terus memainkan wilayah clitorisnya dan lama-lama terasa ada yang agak mengeras. Aku yakin bagian yang mengeras itu adalah clitoris yang keluar dari sarangnya.
“Sekarang gimana rasanya,” tanyaku penasaran.
“Geli-geli enak ah gimana ya oom” Chilla agak bingung menggambarkan rasa.
Dia mulai memberi reaksi gerakan senada dengan gerakan jariku di clitorisnya. Chilla bersandar dan matanya merem. Dari raut wajahnya terlihat dia sedang kosentrasi merasakan nikmat di memeknya.

Teteknya kelihatan menegang, Ini terlihat dari pentilnya walau masih kecil tetapi kelihatan nonjol dan mengeras. Jariku merabai bagian bawah clitoris di depan lubang vaginanya. Terasa ada cairan lendir di daerah itu.
Lama juga aku memainkan clitorisnya. Mungkin sekitar setengah jam aku terus merangsang clitorisnya. Meski pinggulnya berjingkat-jingkat tetapi tidak terlihat Chilla encapai orgasme. Aku jadi penasaran, apakah bisa mencapai orgasme atau tidak. Aku bilang ke ibunya apakah boleh aku jilat memeknya. Rini mengangguk.

Aku lalu turun bersimpuh diantara kedua kaki Chilla angsung membekap memeknya dengan mulutku. Baunya agak beda dengan memek dewasa. Lidahku menggantikan kerja jariku yang tadi, Terkena sentuhan lidah yang lebih lembut dari sentuhan jari, Chilla menggelinjang-gelinjang dan mulai mengeluarkan suara desisan
Rambutku mulai diremas-remas dan kepalaku ditekan lebih kuat ke arah memeknya. Mungkin dia sudah merasakan nikmat yang dekat dengan orgasme. Benar juga dia mengeluh panjang dan menekan kepalaku kuat-kuat ke memeknya serta kedua pahanya menjepit kepalaku. Mulutku merasa memeknya berdenyut-denyut.

Setelah denyutannya sirna aku lepas mulutku dari memeknya. Aku sapu memeknya terasa basah, campuran antara ludahku dengan cairan memeknya.
“Oom enak banget deh barusan, tapi rasanya aneh rada-rada geli juga sih,” kata Chilla.
Aku jelaskan ke Rini bahwa Chilla ecara sexual sudah seperti anak remaja. Dia sudah mampu mendapatkan orgasme dan sebenarnya sudah punya keinginan sex juga, cuma karena dia masih kanak-kanak jadi dia tidak menyadari.
“Berarti dia sudah bisa dientot, Oom” tanya Rini nyablak ajak.
“Kelihatannya begitu, tetapi vaginanya masih terlalu kecil, tapi mungkin sudah bisa mengembang karena fisiknya sudah puber,” kataku.

“Coba deh oom saya pengin liat,” kata Rini santai tapi mengejutkan.
Aku jawab bahwa sekarang tidak bisa, karena untuk memasukkan penis perlu bantuan jelly pelicin. Nanti malam mungkin bisa dicoba.
Minggu siang kami bertiga jalan-jalan ke mall dan makan siang. Selain itu aku membawa Rini dan Chilla e salon untuk memperbaiki penampilan mereka. Sekitar 2 jam mereka berdua didandani. Aku tinggal mereka ke bengkel untuk tune up.
Aku terperangah melihat 2 orang dari kampung kumuh itu telah menjadi seperti selebrity. Penampilan yang menggugah pandangan para lelaki.
Setelah lelah berkeliling mall dan shooping lagi, kami kembali ke apartemen sekitar jam 5 sore. Malam ini ada acara penting yaitu mencoba penetrasi ke memek si Chilla  Sekitar jam 8 malam segala sesuatu sudah disiapkan dan acara eksekusi dilakukan di kamarku.

Chillasudah telanjang pasrah, aku harus merangsangnya untuk dia sampai orgasme sehingga lubang vaginanya mengembang dan pelumasnya aktif. Melalui stimulasi jari dilanjutkan dengan mengoralnya Chilla endapat 2 kali orgasme. Aku mengolesi kepala penisku dengan K Jelly juga sekitar lubang vaginanya aku olesi agak banyak.

Penetrasi dicoba dengan menempelkan ujung kepala penisku ke lubang memeknya. Perjuangan untuk memasukkan kepala penis cukup sulit karena berkali-kali meleset. Aku beri sedikit tekanan, maka setengah kepala penisku nancep. Chilla erasa memeknya perih sehingga dia nyengir. Penisku tidak terlalu besar panjang hanya 14 cm dan lebar 3 cm. Aku berusaha menekan lagi sambil mengejan. Hasilnya lumayan, karena kepala penisku mulai lebih masuk.Untuk memasukkan seluruh kepala penis, perlu waktu setengah jam. Kepala penisku tidak bisa masuk lagi karena terhalang oleh selaput dara. Jika aku paksa memecahkan penghalang itu, Chilla isa mengalami pendarahan banyak. Oleh karena itu aku cukupkan masuk kepala penis saja dan melakukan gerakan maju mundur. Beberapa kali gerakan maju mundur itu akhirnya lancar. Aku tidak bisa mencapai orgasme dengan hanya mencelup kepala penis itu saja. Ketika kucabut penisku, terlihat memek Chillalubangnya menganga lebar.

Chilla tidak merasakan terlalu sakit, hanya agak perih sedikit. Rini rupanya sudah menyiapkan diri karena dia sudah bugil menyaksikan aku mencoba mengeksekusi anaknya. Ditariknya tubuhku lalu aku tindih tubuhnya dan penisku langsung melesat masuk ke lubangnya. Memek Rini tergolong istimewa, meskipun sudah basah, tetapi cengkeramannya masih sangat nikmat. Tanpa rikuh dan malu Rini dan aku bersetubuh ditonton anaknya Chilla ang duduk dalam keadaan masih telanjang. Kami bermain sekitar 15 menit dan bisa berbarengan mencapai kepuasan.
Seminggu kemudian aku tidak tinggal bersama mereka karena aku harus balik ke rumah ku di Jawa Tengah. Mungkin karena urusan pekerjaan yang banyak menyita pemikiran, aku tidak terlalu mengingat-ingat proyekku di Jakarta yang tertunda.

Setelah aku kembali ke Jakarta, mereka berdua menyambutku seperti tidak bertemu setahun. Hari itu adalah ahri Minggu, sehingga aku libur dan Chilla yang juga sudah mendapat sekolah baru tidak harus ke sekolah.
Rini seperti wanita kehausan yang lama tidak disiram, padahal baru seminggu pisah. Namun dia rupanya penasaran dengan proyek menembus vagina anaknya oleh ku. Siang itu proyek yang tertunda seminggu dikerjakan lagi. Aku tidak melakukan pemanasan, tetapi langsung ingin menancapkan penisku. Setelah kedua pihak dilumuri pelicin, aku mencoba menancapkan kepala penisku ke vagina kecil si Chilla. Kali ini tidak meleset-meleset lagi, Kepala penisku langsung nancep, tapi tetap tidak bisa masuk lebih dalam. Menurut Chilla emeknya tidak terasa terlalu perih. Awal masuk memang agak perih katanya, tetapi ketika aku melakukan gerakan maju mundur, dia tidak lagi merasa sakit.

Aku agak lega mendengar pengakuan Chilla  Aku berusaha mendorong penisku agak bertenaga, tetapi tetap tertahan. Dalam posisi mendesak itu, aku bertahan beberapa saat lalu aku mengejan sehingga penisku menjadi sedikit lebih keras. Berkali-kali aku mengejan, lalu terasa “krek” dan penisku bisa maju sedikit. Chilla erasa sakit sekali, perih sehingga dia tidak dapat menahan tangisnya. Meski bukan tangisan bersuara, tetapi mulutnya mewek dan matanya berlinangan air mata. Jika aku gerakkan sedikit baik maju maupun mundur, dia menjerit sakit. Aku terjebak pada posisi setengah jalan.

Setelah sekitar 10 menit dan rasa sakit nya agak berkurang aku berusaha mengejan. Hasilnya penisku tambah masuk. Tapi si Chilla enegangkan badannya, mungkin itu adalah reflek menahan sakit. Jika dia menegangkan badannya penisku terasa sakit, karena seperti dijepit keras sekali.
Istirahat lagi sebentar lalu mengjan lagi, begitu berkali-kali sampai sekitar 75 persen penisku dilahap memek si Chilla  Aku bukan merasakan nikmat, tetapi sakit, karena penisku seperti dijepit pintu rasanya. Aku berusaha menariknya pelan-pelan. Jika Chilla adannya menegang aku berhenti, setelah dia bisa rileks aku tarik lagi. Begitulah sampai tinggal kepalanya yang masih terbenam lalu aku tarik keluar.

Penisku memang belepotan sedikit darah, dan cairan memek Chilla erwarna merah muda karena tercampur darah perawannya. Aku lumuri lagi sekujur penisku dengan jelly. Lubang memek Chilla elihatan lebih menganga, sehingga aku relatif mudah memasukkan kepala penisku.

Sampai kepala penisku tenggelam, Chilla idak merasa sakit, tetapi selebihnya dia meringis karena katanya perih. Mungkin luka bekas pecahnya perawan itu menyebabkan rasa perih. Namun aku bisa memasukkan penisku lebih dalam tanpa halangan sampai sekitar ¾ panjang penisku. Aku tekan lagi lebih jauh tetapi rasanya mentok, mungkin lubang vaginanya belum terlalu panjang . Aku melakukan gerakan maju mundur, relatif agak lancar, meskipun Chillamasih agak tegang.
Jepitan memek umur 7 tahun luar biasa ketatnya, tapi cukup licin. Aku terus melakukan gerakan, tetapi tidak mampu terlalu lama, karena spermaku muncrat di dalam memek Chilla  Nikmat sekali rasanya, tetapi penisku masih agak sakit kejepit.
Spermaku meleleh keluar dari celah memek Chilla bercampur sedikit darah. Chilla idak mendapat orgasme, karena merasa memeknya sakit. Mungkin dia perlu istirahat sekitar 3 hari untuk menyembuhkan luka di selaput daranya.

Ibunya si Rini terangsang melihat anaknya aku perawani. Dia memaksaku menyetubuhinya, tetapi penisku masih loyo. Rini berusaha membangkitkan dengan mengulum penisku yang masih ada cairan memek anaknya, dan sedikit darah serta spermaku. Tampaknya dia tidak peduli, karena malah dijilatinya. Kepala penisku disedot-sedot sampai rasanya maniku seperti dihisap-hisap dipaksa keluar.

Oralnya cukup nikmat juga sehingga pelan-pelan penisku membengkak sampai mancapai kekerasan 80%. Rini tidak sabar dia menaiki tubuhku yang telentang dan memegang penisku dimasukkan ke dalam memeknya. Dia lalu menggenjot dengan penuh semangat, sementara aku tidak kosentrasi menikmati permainannya. Aku malah berpikir bagaimana keadaan si Chilla  Sebab dia tidur berbaring disebelahku dengan wajah seperti lelah sambil melihat ibunya menyetubuhiku.

Dalam masalah senggama, pria sebaiknya tidak kosentrasi menikmati persetubuhan agar mampu bertahan, sebaliknya wanita harus kosentrasi penuh menikmati senggama, agar lebih cepat mencapai orgasme. Keadaan itulah yang sedang aku alami, makanya si Rini akhirnya menjerit karena mencapai puncak kenikmatannya. Sedangkan aku masih memiliki senjata yang tegak sempurna.
Rini adalah tipe cewek yang mudah mendapat orgasme, mungkin karena itilnya agak menonjol sehingga mudah tergerus pada saat bersenggama. Setelah mencapai puncak kepuasannya Rini merangkul tubuhku dan berusaha membalik posisi sehingga aku menindihnya. Aku mengerti keinginannya. Setelah posisiku tepat aku mulai menggenjot memek Rini . Belum 5 menit dia sudah orgasme lagi. Aku tidak memberinya jeda karena genjotanku terus berjalan, makin lama orgasmenya makin cepat datang, sehingga sampai aku mencapai ejakulasiku dia sudah mengalami 5 kali jeritan nikmat. Setelah itu Rini seperti orang mati tertidur pulas dalam keadaan bugil dan telentang.
Aku juga lelah lalu aku berbaring diantara Chilla dan Rini berselimut satu selimut.. Mudah sekali tertidur setelah bertempur,
Hari itu Chilla engeluh selangkangannya tepatnya memeknya terasa perih sehingga tidak leluasa berjalan dan kalau buang air kecil juga perih. Namun besok pagi dia merasa lebih enak, karena tidak terasa perih lagi, sehingga tidak menggangu jalan dan buang air kecilnya.

Hari keempat aku mencoba lagi menerobos memek Chilla. Aku melakukan pemanasan foreplay sampai Chilla endapat dua kali orgasme. Setelah itu aku tetap dibantu pelumasan jelly agar tidak menyakitkan memeknya. Penisku aku tusukkan perlahan-lahan dan bisa masuk terus meski terasa lubangnya sempit sekali. Sampai mentok ke lubang vaginanya, penisku belum bisa masuk sepenuhnya. Di awal hubungan Chilla asih merasakan agak sakit, tetapi lama-kelamaan tidak sakit lagi.

Aku menggenjotnya terus bahkan sempat berganti-ganti posisi, MOT, WOT dan Doggie. Cukup lama juga aku bermain dengan Chilla  tetapi rasanya dia tidak mendapat orgasme. Kelihatannya anak di bawah umur agak susah orgasme melalui hubungan sex. Sementara aku sebetulnya tidak bisa terlalu lama menahan desakan ejakulasi, karena cengkeraman memeknya.

Di hari-hari berikutnya kami melakukan hubungan sex tanpa rasa sakit dan tanpa halangan. Tidak ada yang disembunyikan lagi antara Aku, Rini dan Chilla  Aku bebas melakukan sex dengan siapa saja di rumah ini. Mungkin karena itu tidak ada rasa malu lagi, sehingga Chilla dan Rini lebih suka bugil saja dirumah.

"bila ada nama,tempat dan kejadian yang sam hanyalah kebetulan belaka, karna cerita ini fiktif belaka"

Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "CERITA DEWASA - CHILLA OH CHILLA"

 
Template By Kunci Dunia
Back To Top